myPangandaran - Informasi Pangandaran Terlengkap

Bentuk Syukur Masyarakat Pesisir Batukaras dengan Melestarikan Tradisi Hajat Laut

Oleh Penti Aprianti pada Minggu, 06 Agustus 2023 10:34 WIB

Hajat Laut merupakan peristiwa atau syukuran penting bagi masyarakat pesisir Desa Batukaras yang telah dipertahankan secara turun temurun. Peristiwa ini merupakan medium mengungkapkan rasa syukur atas rahmat yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Juga, berfungsi sebagai aturan tidak tertulis terkait menjalani hidup yang damai berdampingan dengan sesama di keseharian. Hajat Laut dalam KBBI mengacu pada dua kata, yaitu Hajat dan Laut. Hajat sendiri artinya maksud, keinginan, atau kehendak. Laut sendiri mengacu pada wilayah laut. Maka, Hajat Laut berarti adanya maksud, keinginan, atau kehendak masyarakat di sekitar laut atas apa yang dikehendakinya. Dalam hal ini berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat sekitar yang berkelanjutan.

Di Desa Batukaras, Hajat Laut diselenggarakan setiap satu tahun sekali bertepatan dengan bulan Muharram dan diisi dengan beberapa rangkaian acara. Ada juga yang berpendapat bahwa syukuran Hajat Laut merupakan cara masyarakat pesisir laut menyambut bulan Muharram atau Tahun Baru Islam dan mengucap syukur atas hidupnya. Tahun 2023 ini, Hajat Laut Desa Batukaras dilaksanakan selama 3 hari dari tanggal 26-28 Juli. 

Hari pertama diisi dengan perlombaan bola voli antar Bapak, Ibu, dan atau anak-anak para Nelayan. Hari Kedua diisi dengan perlombaan bola voli final dan tarik tambang. Malamnya diisi dengan pawai obor dan pengajian tabligh akbar. Lalu, syukuran Hajat Laut hari terakhir dimulai dengan do’a bersama (istighosah), upacara adat, menebar bunga dan melarungkan Dondang ke tengah laut, lantas ditutup dengan pertunjukkan Wayang Golek hingga pukul 3 dini hari. Hari ketiga merupakan hari puncak Hajat Laut yang diawali dengan bersiapnya para nelayan dengan perahu-perahunya yang telah dihias sesuai kekhasan masing-masing. Masyarakat lain termasuk wisatawan biasanya mendekat ke mereka dengan harapan dapat ikut melakukan prosesi Hajat Laut yang utama ini. Di sepanjang dekat perahu, telah tersebar pula para pedagang yang berjualan makanan ringan. Ada juga pedagang yang mengisi stand di lapangan yang mana adalah pusat lokasi prosesi Hajat Laut. Di bibir pantai juga berjejer para Ibu-Ibu Nelayan yang menyiapkan makanan untuk dibagikan ke Nelayan setelah Larung Jempana untuk beristirahat sebenta sebelum mereka juga akan prasmanan atau cucurak, yakni bersama yang telah disipakan panitia di lapangan.

Sebelum rangkaian acara berlangsung, biasanya pihak panitia mengulem atau mengundang warga untuk ikut berpartisipasi melalui speaker Masjid.  Selain itu, panitia mempersiapkan perlengkapan untuk prosesi utama Hajat Laut, yaitu Jempana atau Dondang. Jempana artinya babawaan atau bawaan yang dipikul oleh beberapa orang. Bentuknya bisa berbeda-beda namun biasanya digotong 4 orang. Konon, dulu Jempana berisi kain samping, kembang 7 rupa, dan kepala kerbau sebagai simbol penyelamat Nelayan di laut. Namun setelah tersebarnya agama Islam, kepala kerbau dianggap dapat menimbulkan musyrik sehingga simbol tersebut diganti dengan rumah-rumahan atau Dondang yang dibiarkan kosong. 

Larung Jempana atau menghanyutkan sesajian dalam Hajat Laut menjadi proses yang  penuh dengan nilai-nilai kearifan lokal Desa Batukaras, yang dalam hal ini menghormati nenek moyang yang telah tiada, utamanya yang meninggal di laut, lalu bersyukur atas hasil laut yang telah diberikan Tuhan. Larung Jempana menjadi inti dari kegiatan Hajat Laut yang memiliki fungsi tolak bala (penangkal) akan kemungkinkan kesialan-kesialan yang mungkin akan terjadi di masa depan. Sehingga Hajat Laut tidak hanya memuat nilai yang pragmatis tapi juga mendalam. Tidak hanya profan namun begitu memiliki nilai-nilai sakral. 

Nilai filosofis dari Hajat Laut dapat ditemukan ketika prosesi menebar bunga ke arah tengah laut dilakukan, setelah itu ketika antar perahu saling siram air laut ke Nelayan dan masyarakat yang ikut Larung Jempana. Menurut mereka, aktivitas saling siram air ini merupakan simbol saling mendoakan rezeki dan didoakannya soal perjodohan supaya lancar. Bunga-bunga yang telah ditebar ke laut pun boleh diambil ketika mendekati perahunya. Ada yang membawa bunga tersebut kembali ke darat ada pula yang menebar kembali bunga tersebut ke laut dengan tujuan yang sama: kebaikan dan keselarasan hajat hidup baik yang personal maupun kolektif. Hajat laut bukan sekadar tebar bunga dan Dondang seolah hiburan belaka, namun ia merupakan cara masyarakat pesisir laut Desa Batukaras dalam memupuk dan mempererat persaudaraan antara manusia (Habluminannas), mengenang orang-orang yang telah tiada di lautan, dan sebagai simbol relasi sakral dengan Pemilik kehidupan (Habluminalloh).

pengirim :

Penti Aprianti
 
Mahasiswi Filsafat Budaya Fakultas Filsafat UNPAR & merupakan Ketua kegiatan PPPM (Penelitian, Pendidikan, dan Pengabdian Kepada Masyarakat) Filsafat UNPAR Desa Batukaras.